TGIF PPIH Februari – Romantisme Indonesia dan Jepang

TGIF PPIH hadir di bulan Februari dengan mengangkat topik seputar hubungan antara Indonesia dan Jepang yang dirangkum dalam tajuk “Romantisme Indonesia-Jepang”. Pada sesi kali ini, pemateri merupakan Maria Gustini dan Reza Rustam yang memang keduanya sedang mendalami studi dengan bidang yang sangat berhubungan dengan topik di Graduate School of Letters, Hiroshima University.

Kegiatan yang dilakukan pada Jumat malam hari di IDEC Room 805 ini dipandu oleh saudara Gillang dari divisi relasi publik. Sekitar 10 orang datang secara silih berganti untuk berdiskusi santai di kegiatan ini. TGIF PPIH kali ini terdiri dari tiga sesi, sesi pertama berupa pemaparan materi dari Maria mengenai Hubungan Indonesia dengan Jepang di masa modern, dilanjutkan dengan sesi kedua yang membahas Hubungan Indonesia dan Jepang di masa lampau khususnya awal abad 20, dan diakhiri dengan sesi diskusi dan tanya jawab mengenai topik TGIF kali ini

Slide Maria

Presentasi materi oleh Maria

Slide Reza

Presentasi materi oleh Reza

Resume dari materi yang dipaparkan oleh Maria kurang lebih sebagai berikut.

Mulai dari awal abad 20, Jepang menjadi kekuatan yang cukup diperhitungkan di Asia dengan beberapa penaklukan terhadap Korea, China, dan Asia Tenggara. Seiring dengan pecahnya Perang Dunia Dua, kita sama-sama tahu jika Jepang berkuasa atas Indonesia dalam kurun waktu 3,5 tahun. Pasca Perang Dunia, hubungan antara Indonesia dan Jepang dapat dikategorikan dalam tiga era, 1) Era Orde Lama dimana Indonesia masih mencari pengakuan kedaulatan dari negara lain, 2) Era Orde Baru dimana Indonesia membuka kesempatan investasi asing selebar-lebarnya termasuk dari Jepang, dan 3) Era Reformasi dimana Indonesia memperluas kerjasama di bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pariwisata. Khusus mengenai awal mula perkembangan Bahasa Jepang di Indonesia, Bandung merupakan tempat dimana kelas Bahasa Jepang pertama dibuka oleh Douwes Dekker pada 8 Maret 1934). Pembelajaran Bahasa Jepang terus berkembang di Indonesia hingga saat ini terdapat 7 universitas yang memiliki jurusan Bahasa Jepang dan banyak sekolah Bahasa Jepang yang tersebar di pelbagai daerah di Indonesia.

Pelopor Guru Bahasa Jepang yang dikirim ke Indonesia (Sumber: Sumio Aoki)

Lalu resume dari materi yang disampaikan oleh Reza yaitu sebagai berikut.

Terdapat 3 catatan sejarah yang bisa digunakan sebagai sumber utama untuk mengetahui keberadaan orang Jepang di Hindia Belanda, ketiga buku tersebut yaitu

  1. Jagatara Kanwa – Ran’in Jidai Hojin no Ashiato (1968) : Obrolan-Obrolan di Jagatara – Jejak Orang Jepang di hindia Belanda, memuat 57 catatan tentang kegiatan perekonomian di NEI yang di tulis oleh anggota perkumpulan.
  2. Jagatara Kanwa – Ran’in Jidai Hojin no Ashiato (1978) edisi revisi, memuat daftar toko jepang, hubungan dagang 1938 dan 1939, peta kota batavia, bandung dan jogja. tetapi menghilangkan bagian toko pangkas rambut.
  3. Shashin de Tsuzuru Ran’in Seikatsu Hanseiki – Senzeki Indonesia no Nihonjin Shakai : Setengah abad kehidupan di hindia belanda dalam foto

Sumber: JACAR (Japan Center for Asian Historical Records) Ref.B10070590800

Pada awal tahun 1920-an, keberadaan para pelacur Jepang yang biasa disebut Karayuki-San banyak terkonsentrasi di kota-kota yang menjadi pusat perekonomian Hindia Belanda seperti Medan dan kota-kota di wilayah pantai timur pulau Sumatra, Batavia dan Surabaya. Pada masa itu, salah satu jalan yang menjadi pusat hiburan di kota Surabaya dikenal dengan sebutan Kembang Jepun karena keberadaan para pelacur wanita Jepang tersebut. Karayuki-San ini menandakan bahwa lokasi tersebut pada masa itu merupakan pusat perdagangan. Secara khusus, konflik-konflik yang terjadi antara China dan Jepang memiliki andil terhadap hubungan warga Jepang dan warga China yang sudah terlebih dahulu menetap di Hindia Belanda. Pada tahun 1923 dan 1928 terjadi peristiwa pemboikotan barang-barang Jepang oleh pedangang China. Secara umum banyak bukti sejarah tertulis yang mencantumkan gambar-gambar aktivitas perdagangan Jepang di Asia Tenggara pada masa pra pendudukan Jepang. Sebelum Jepang memulai invasi ke Hindia Belanda, tepatnya pada November 1941, Pemerintah Jepang memerintahkan Kapal Fujimaru untuk berlabuh dan mengangkut orang-orang Jepang di Hindia Belanda.

Karayuki San

Foto-Foto Toko Jepang dan Becak yang dibuat oleh Pengrajin Jepang

Studio Foto atau Toko Jepang di Asia Tenggara

Partisipan tampak serius mengikuti sharing materi TGIF PPIH

Sesi terakhir merupakan sesi diskusi dan tanya jawab. Pada sesi ini terdapat beberapa pertanyaan yang cukup menarik yang masing-masing dikemukakan oleh partisipan. Pertama yaitu mengenai minimnya bukti-bukti fisik keberadaan Jepang sebelum masa pendudukan Jepang. Lalu juga mengenai bukti sejarah yang mengatakan bahwa Ada 10 orang Jepang terbunuh dalam insiden di Hindia Belanda pada abad 16 atau 17 masehi dan beberapa fakta lain mengenai hubungan Jepang dan Indonesia juga diungkapkan, termasuk mengenai Paradigma orang asing terhadap “Budaya” di Jepang yang ternyata tidak benar.

Sesi diskusi dan tanya jawab

Foto bersama di penghujung TGIF PPIH Februari

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *